
JAKARTA - Fenomena thrifting kini bukan sekadar tren, tetapi juga menjadi sarana kreativitas dan peluang bisnis di kalangan anak muda Bengkulu. Pakaian bekas, yang lebih dikenal dengan istilah thrift shop, semakin digemari karena menawarkan kombinasi gaya unik dan harga yang terjangkau. Selain itu, bisnis ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa maupun remaja untuk menyalurkan kreativitas sekaligus menambah penghasilan.
Di berbagai sudut Kota Bengkulu, lapak dan toko daring yang menawarkan pakaian bekas impor semakin mudah ditemukan. Produk yang dijual beragam, mulai dari kaos, kemeja, hingga jaket vintage, yang menjadi incaran utama para mahasiswa dan remaja yang ingin tampil modis tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam.
Dinda, seorang mahasiswa Universitas Bengkulu, menceritakan alasannya memilih belanja pakaian thrift dibandingkan membeli di mal. Menurutnya, model pakaian thrift lebih unik dan jarang dipakai orang lain. "Modelnya nggak pasaran, lucu, dan unik. Kadang juga kita bisa dapet barang-barang branded dengan harga 50-100 ribuan ajaa,” ungkapnya. Pilihan ini tidak hanya soal harga, tetapi juga ekspresi gaya personal yang berbeda dari tren umum.
Baca JugaPraktis! Bayar Paket Internet dengan OVO di MyTelkomsel Basic
Fenomena thrifting ini juga membuka peluang bisnis baru, terutama di kalangan mahasiswa yang memanfaatkan media sosial untuk berjualan. Instagram dan TikTok menjadi platform utama untuk memasarkan produk thrift, menjangkau pembeli lebih luas, dan membangun komunitas pecinta fashion ramah kantong. Bisnis ini pun relatif mudah dijalankan, cukup dengan stok pakaian bekas yang dipilih cermat dan strategi promosi kreatif.
Kannavia, seorang penjual thrift shop, mengungkapkan permintaan meningkat pesat dalam dua tahun terakhir. Ia menilai tren ini lahir karena anak muda ingin tampil beda tanpa harus mengeluarkan banyak biaya. "2 tahun ini ada aja yang cari tuh setiap hari anak-anak mahasiswa ni ada ajayang datang. Anak muda sekarang ya mau bergaya lah, tampilnya beda, tapi juga nggak mau mengeluarkan budget yang tinggi, mau berhemat," jelasnya. Tren ini menunjukkan bahwa selain soal mode, pertimbangan efisiensi biaya menjadi salah satu faktor utama dalam keputusan berbelanja.
Meski populer, bisnis thrift shop juga menimbulkan beragam pandangan. Beberapa pihak menyoroti potensi risiko, terutama terkait masuknya pakaian bekas impor yang tidak melalui jalur resmi dan berisiko dikategorikan sebagai barang ilegal. Di sisi lain, tren ini dianggap sebagai bentuk gerakan berkelanjutan untuk mengurangi limbah fashion dan mendukung konsumsi yang lebih bertanggung jawab. Dengan demikian, bisnis thrift shop tidak hanya sekadar soal tren, tetapi juga memiliki dimensi sosial dan lingkungan.
Di Bengkulu, praktik thrifting juga menunjukkan bagaimana generasi muda memanfaatkan peluang ekonomi kreatif. Mahasiswa yang awalnya hanya membeli barang thrift untuk kebutuhan pribadi kini mulai memandangnya sebagai bisnis sampingan yang menjanjikan. Kegiatan ini mengajarkan mereka manajemen stok, pemasaran digital, hingga pelayanan pelanggan, keterampilan yang relevan bagi dunia usaha modern.
Keuntungan lain dari bisnis thrift shop adalah potensi margin yang cukup besar. Harga beli pakaian bekas relatif rendah, sementara penjualan kembali di pasaran bisa jauh lebih tinggi, terutama jika produk memiliki merek ternama atau model vintage yang sedang tren. Selain itu, adanya kreativitas dalam penataan atau kombinasi pakaian menambah nilai jual sekaligus memperkuat personal branding penjual.
Fenomena thrifting di Bengkulu juga mencerminkan perubahan perilaku konsumen yang semakin sadar akan nilai fungsional dan estetika barang, bukan sekadar status sosial. Konsumen kini lebih selektif, mencari barang berkualitas dengan harga terjangkau, dan tetap ingin tampil modis serta unik. Tren ini sejalan dengan gerakan global fashion berkelanjutan, di mana pemakaian kembali atau reuse menjadi salah satu prinsip utama.
Secara keseluruhan, bisnis thrift shop di Bengkulu menjadi contoh nyata bagaimana tren fashion dapat bersinergi dengan kreativitas dan kewirausahaan. Anak muda memanfaatkan peluang ini untuk mengekspresikan diri, menambah penghasilan, sekaligus berkontribusi pada pengurangan limbah tekstil. Tidak heran jika tren ini kian populer, menjangkau tidak hanya mahasiswa, tetapi juga remaja yang ingin tampil gaya tanpa membebani kantong.
Dengan adanya platform digital, mulai dari media sosial hingga marketplace, peluang untuk mengembangkan bisnis thrift semakin besar. Penjual dapat menjangkau pembeli lebih luas, berinteraksi secara real-time, dan membangun komunitas yang loyal. Tren ini sekaligus menunjukkan bahwa bisnis berbasis kreativitas dan teknologi dapat menjadi alternatif ekonomi baru bagi generasi muda.
Bisnis thrifting di Bengkulu membuktikan bahwa gaya hidup hemat dan ramah lingkungan dapat berjalan seiring dengan peluang usaha yang inovatif. Anak muda tidak hanya menjadikannya tren, tetapi juga sumber inspirasi untuk terus mengembangkan kreativitas dan bisnis di era digital.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Cara Mudah Pindahkan Saldo ShopeePay ke DANA
- 08 September 2025
2.
Mudahnya Beli Diamond Free Fire dengan GoPay
- 08 September 2025
3.
6 Olahraga Tradisional Indonesia yang Kini Mendunia
- 08 September 2025
4.
SUV Premium BYD U8L Segera Rilis
- 08 September 2025
5.
Spanyol vs Turki: La Roja Hantam Turki 6 0
- 08 September 2025